Menyoal Pejabat non Muslim yang Islami

Hari-hari ini, jagat maya Indonesia ribut dengan kasus dugaan penistaan alQur'an yang dilakukan oleh seorang pejabat publik non muslim. Semua itu berawal dari lisan pejabat itu sendiri. Dihadapan audiens di Kepulauan Seribu Jakarta, ia mengingatkan untuk tidak ikut terbohongi dengan ayat alQuran di surat alMaidah ayat 51.

Ayat 51 surat "Hidangan" itu menerangkan kepada kaum muslimin untuk tidak menjadikan orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali. Wali memiliki banyak penafsiran. Dalam ayat tersebut, wali dimaknai sebagai pemimpin secara umum oleh banyak ahli tafsir.

Pejabat yang juga berniat maju kembali untuk priode selanjutnya tersebut mungkin merasa khawatir. Sebab, suara mayoritas memang adalah suara muslim. Sangat jauh bedanya dengan suara agama lain. Nah, pejabat ini mengingatkan untuk tidak menjadikan alMaidah : 51 sebagai landasan untuk tidak memilih dirinya (kembali) sebagai pemimpin.

Tentu saja, pernyataan demikian ini seperti menyulut api dalam sekam. Umat Islam seolah terbakar (amarahnya). Bisa-bisanya ada orang non muslim, pejabat publik pula, menistakan alQuran yang merupakan kitab suci yang paling banyak digunakan di negeri ini. 

Maka, dengan tetap berusaha menjaga perdamaian, mereka menuntut pihak berwenang untuk segera memproses. Walau marah dan kesal, mereka tak terlihat anarkis. Bahkan perlengkapan anti huru-hara kepolisian juga tampak menganggur.

Yang anehnya, ada segilintir orang yang konon beragama Islam, tampil menjadi pembela si pejabat. Dengan semangatnya, ia mengatakan bahwa apa yang dituturkan si pejabat tentang alMaidah : 51 tersebut tidak boleh dipahami sepihak. Bahwa, hanya pejabat tersebutlah yang lebih memahami perkataannya sendiri. 

Tentang orang ini, banyak orang yang sudah menulis tanggapan. Bahkan juga dari sisi kebahasaan ditanggapi. Bahwa jelas sekali secara bahasa, perkataan pejabat itu mengandung unsur penistaan.

Selain itu, ada pula yang menulis deretan prestasi si pejabat yang pro kepada Islam. Setidaknya, ada 17 point yang ditulis di sana. Oleh penulis 17 point tersebut, si pejabat non muslim itu disebut sebagai pemimpin yang Islami.

Sampai di sini, mari kita tengok kembali sejarah Islam.

Dikisahkan oleh Malik bin Dinar, ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, para penggembala kambing di daerah pegunungan saling bertanya-tanya, "Siapa gerangan khalifah shalih yang memimpin kami saat ini?"

Lalu, ditanyakanlah kepada mereka, "Bagaimana kalian tahu bahwa khalifah kalian sekarang adalah orang baik nan shalih?"

"Sungguh," kata mereka, "jika yang menjadi pemimpin adalah orang shalih, niscaya singa dan serigala tidak akan mengganggu hewan-hewan ternak kami."

Dan itulah yang mereka rasakan ketika menggembala di zaman Umar bin Abdul Aziz. Kisah ini diangkat dalam kitab Mausu'ah ibnu Abi adDunya.

Lihatlah. Pemimpin shalih akan melahirkan kedamaian bagi sekitarnya. Hatta hewan-hewan ternak pun akan merasakannya. Kehadirannya dinanti. Kepergiannya memberatkan hati.

Oleh sebab itu, kita membutuhkan seorang pemimpin yang shalih dan baik. Tidak hanya sekedar bahwa dia bisa beramal yang Islami. Sebab semua orang baik jika ditinjau dari sudut pandang Islam, tentu akan menjadi Islami.

Kalaupun sekiranya belum ada pemimpin yang seshalih Umar bin Abdul Aziz, setidaknya kita mengangkat pemimpin kita yang jelas keislamannya. Bagaimanapun, ia lebih baik daripada seorang non muslim yang kelakuannya hanya sekedar Islami saja. Ini bukan pembodohan. Sebab ayat-ayatnya jelas.

Wallahu a'lam.

Menyoal Pejabat non Muslim yang Islami Menyoal Pejabat non Muslim yang Islami Reviewed by Ibnu Basyier on Wednesday, October 19, 2016 Rating: 5

No comments:

Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....

ads
Powered by Blogger.