Mak Ti; Spesialis Pijat Ibu dan Bayi
Sudah beberapa hari ini 2 anak saya sakit. Sakitnya hampir sama. Ada batuk,
juga ada flu. Kalau malam, badan keduanya panas. Awalnya, si kakak yang duluan
sakit. Beberapa hari kemudian, si adik yang ikut-ikutan sakit.
Kalau malam
datang menjelang, jangan tanya bagaimana rewelnya mereka. Jika si adik mulai
menangis, maka itu artinya ia mulai minta dimanja. Dan gendonglah cara
mendiamkannya –walau bundanya tidak suka jika ia terus-terusan digendong jika
menangis sebab akan menjadi kebiasaan nantinya. Tidak ada cara lain yang
berhasil untuk mendiamkannya. Berbeda dengan si kakak yang diam jika ada
makanan di depannya.
Dan kekhwatiran
bundanya memang terjadi. Karena beberapa hari ini ia selalu manja dalam gendongan,
akhirnya ia tidak bisa tidur jika tak digendong –khususnya malam hari. Jika
dirasa tidurnya sudah nyenyak, ia akan langsung terbangun menangis ketika
diletakkan di kasur. Dan jadinya, saya kadang harus tertidur duduk sambil tidur
bersandar dengan si adik berada dalam pangkuan tertidur nyenyak.
Saya sebenarnya
bukan tidak suka dengan obat-obat kimia. Toh, sekali dua kali saya juga tetap
mengkonsumsinya jika tak ada pilihan lain. Hanya saja, dalam pikiran saya,
terlalu kasihan anak masih usia balita seperti anak saya harus “diracuni” oleh
bahan-bahan kimia dalam obat. Di usia sekecil itu, seharusnya mereka diberikan asupan
yang alami dan natural. Maka, saya pun, di hari kesekian sakitnya ini, tidak
membawa keduanya ke dokter maupun bidan.
Pilihan lainnya adalah
membawanya ke tukang pijat.
Di daerah tempat
tinggal saya sekarang, ada seorang wanita yang dikenal ahli mengatasi berbagai
problem khusus ibu hamil dan anak. Kalau ada rumah sakit (khusus) ibu dan anak,
maka dia, si wanita ini, juga demikian. Bedanya, iya mengobati pasiennya
(dengan izin Allah tentunya) dengan pijat urutnya. Biasanya, ia disapa dengan
Mak Ti. Belakangan saya ketahui lengkapnya bernama Mariati.
Pasiennya selalu
banyak dan membludak. Menemuinya, harus pandai mengatur siasat. Sangat
disarankan, agar tidak mengantri terlalu lama, datang ke sana selepas subuh
atau maghrib. Menurut cerita beberapa orang, di dua waktu itulah antrian agak
sepi.
Suatu ketika,
saya pernah membuktikannya. Hari itu, beberapa saat setelah subuh, saya datang
ingin menemuinya. Istri saya yang ketika itu sedang hamil tua ingin mengecek
sekalian membenarkan posisi jabang bayi di dalam perutnya. Walau datang terlalu
pagi, rupanya saya bukanlah orang pertama yang hadir. Saya justru dapat antrian
ke-3, kalau tidak salah. Tak apalah, masih terhitung sebentar bagi saya.
Hari ini, saya
kembali ke Mak Ti untuk pijat. Dua buah hati saya yang sakit sejak beberapa
hari lalu itu, mau tidak mau, harus saya bawa ke hadapannya. Berharap dengan
sentuhan dua tangannya, keduanya bisa segera sembuh. Sehingga sang Adik tak perlu
harus tidur di pangkuan terus. Dan si Kakak tidak perlu selalu cemburu karena
merasa diduakan tak diperhatikan.
Saya, istri dan
anak-anak tiba di rumah Mak Ti sekitar jam 08.40 WIB. Awalnya, kami berencana
ke sana selepas syuruq. Tapi apa daya, manusia hanya bisa berencana, dan Allah
yang punya qadha. Di teras rumahnya, telah menunggu beberapa orang ibu. Kebanyakan
menggendong bayi, satu-dua orang datang hanya dengan pasangan sendiri. Di dalam
juga tak kalah ramai. Terlihat justru lebih banyak ibu dan bayi. Perkiraan
saya, sekitar 9-10 orang lagi baru giliran saya masuk ruang pijat.
Pukul 11.10 WIB,
saya baru masuk ruangan. Antrian di tempat ini hanya berdasarkan waktu
kedatangan. Maka, siapa pun yang datang, ingatlah siapa saja yang datang
belakangan. Tidak ada nomor antrian. Semua berdasarkan siapa duluan datang, dia
duluan pulang. Sekitar 20 menit kemudian, setelah dua anak saya dipijat
bergiliran, saya meninggalkan ruangan. Tentu setelah saya memberikan amplop
ongkos biaya pijat.
Berapa isi amplop
tersebut? Ra-ha-si-a. Mengapa pakai amplop? Menurut saya, agar lebih sopan
saja. Mak Ti selama ini dikenal tidak memasang tarif tertentu. Untuk itu,
pasien harus sadar dan memberikan yang sesuai dengan service yang diberikan Mak
Ti. Di praktek dokter umum, tarif sekali periksa biasanya 40 – 50 ribu rupiah. Untuk
mengganti waktu dan tenaga yang dikeluarkan Mak Ti, saya menggunakan standar
ini. Walau demikian, saya lihat banyak juga pasien yang (hanya) membawa
bungkusan ala kadarnya sebagai hadiah.
Oh, iya. Bagi pembaca
yang domisili di Dau, Kabupaten Malang, bisa mencoba sentuhan tangan Mak Ti
jika putra-putri-nya sedang sakit atau ada keluhan lain. Insya Allah, sembuh
dengan izin-Nya.
Mak Ti; Spesialis Pijat Ibu dan Bayi
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Sunday, March 27, 2016
Rating:
Alamatnya mak ti dmn yaa? Apa sama dengan mak ti yg saya tau. Di daerah Dau???
ReplyDeletealamat nya mana niii
ReplyDeleteAlamat lngkap dmna ya
ReplyDelete