Selamat Tinggal; Life Must Going On
Aku
pernah mengenal "seseorang". Ia adalah salah satu potret kesempurnaan
ciptaan-Nya. Akhlaknya, baik dan santun. Agamanya, tak perlu diragukan.
Parasnya, elok menawan. Karenanya, aku titipkan separuh hatiku kepadanya.
Mungkin terkesan lebay, tapi setidaknya, begitulah yang kurasakan. Aku nyaman
berada di sisinya. Aku bahagia hidup bersamanya. Dan aku percaya bahwa ini akan
langgeng.
Tapi
hari ini, setelah hari-hari yang penuh kenangan bersamanya, aku putuskan untuk
meninggalkannya. Sebuah keputusan yang mungkin kelak, akan aku sesali. Tapi,
keputusan ini juga berangkat dari keputusannya untuk pergi. Walau mungkin akan
terasa berat bagiku untuk saat-saat ini. Bismillah, saja. Life must going on.
Aku
meninggalkannya karena perbedaan “keyakinan”. Yah, sejak beberapa hari lalu,
dalam keterusterangannya, ia mengungkapkan sendiri keyakinan barunya tersebut.
Bahwa ia juga tak akan mau bersamaku lagi, juga ia sampaikan dalam surat
singkatnya itu. Bahkan dengan penegasan “selamanya”.
Aku
memang salah; terlalu memaksakan kehendakku untuk selalu bersamanya dalam
keyakinanku. Tak peduli dengan perasaannya. Tak peka dengan bahagia-tidaknya.
Terlalu tak acuh dengan apa kemauannya. Dan ketika ia telah menemukan
kebahagiaan dan ketenangan dalam keyakinan barunya, wajar ia berontak dan
segera mengucap selamat tinggal. Aku, yah, sudah. Pasrah dengan kenyataan.
Kini,
hari-hari ku akan sepi dari celotehnya. Akan sunyi dari candanya. Tak ada lagi
tangis manjanya. Tak kan pernah lagi terdengar rengek pintanya. Semua akan
hilang seiring dengan kepergiannya. Semua akan pergi berpacu dengan waktu yang
tak berjeda. Bahkan bayangnya juga akan segera sirna.
Dan,
sekali lagi, life must going on. Apapun yang terjadi, semua sudah terlambat.
Tidak ada yang berubah, dan memang tak bisa berubah. Yang ada mungkin hanya
penyesalan. Yang selalu datang belakangan. Tapi, apalah artinya sebuah
penyesalan. Nasi telah menjadi bubur. Bubur tak mungkin kembali menjadi nasi.
Hidup
bukan film yang bisa diputar ulang sekehendak diri. Hidup bukan novel yang
ceritanya bisa diatur sendiri. Juga bukan seperti cerita pendek yang terlalu
singkat untuk dinikmati. Walau memang semua bergantung pada takdir Ilahi. Juga
tak seperti cerita bersambung yang setiap episodenya tak bisa ditebak tapi
selalu dinanti. Hidup adalah perjalanan takdir dari setiap ragam hayati. Semua
berjalan dalam ketentuan dan garis yang telah ditetapkan jauh sebelum
penciptaan langit dan bumi.
Dan
akhirnya, selamat tinggal. Semoga kau bahagia dengan keyakinanmu. Aku bahagia
pernah mengenalmu. Aku bahagia pernah bersamamu. Aku beruntung pernah hidup
bersamamu. Tapi, sekarang, akan aku buang perasaan itu. Aku harus bisa. Aku
harus tega. Untuk hidupku yang masih tak terduga.
Sejatinya,
tak ada orang yang ingin berpisah lagi tak jumpa. Tak ada. Sungguh tak ada.
Bagaimana pun juga, setiap perisahan yang ada, akan selalu menyisakan rongga
kecil dalam dada. Rongga yang akan selalu membekas dan akan selalu ada di sana.
Itu
seperti paku yang ditancapkan di potongan-potongan kayu yang menyusun pagar. Untuk
setiap paku yang ditancapkan, kayu-kayu harus rela memberi ruang agar paku tersebut
bisa bertahan tegak dan tegar. Dan lihatlah, ketika paku-paku itu dicabut dari
sana. Apa yang nampak nyata? Tak lain adalah rongga. Sebuah luka yang menganga.
Bekas yang tak akan bisa lenyap dan sirna. Ia akan terus ada di sana, hingga
kayu itu mulai lapuk dimakan usia. Lalu habis dilahap api yang membara.
Tapi,
untuk sebuah keyakinan, kita harus rela meninggalkan dan ditinggalkan.
Bagaimana pun perpisahan itu membuat bekas menyakitkan, kita harus tetap terus melangkah
dan berjalan. Tak ada guna menyesali yang telah taqdir yang telah ditetapkan.
Maka, bismillah, life must going on. Ini yang ketiga kalinya kalimat ini
dituliskan, kan? Itu artinya taukid atau penegasan.
Sekali
lagi, selamat tinggal masa lalu. Selamat tinggal, "diary"-ku. Sudah saatnya aku
meninggalkanmu.
Selamat Tinggal; Life Must Going On
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Wednesday, March 02, 2016
Rating:
Siapa dia?
ReplyDeletePenasaran dengan si "diary" itu....
ReplyDelete