Salah Posisi
Pengisi tausiyah sebelum Tarawih tadi (13/3/24) membuat saya tersinggung. Awalnya dia membahas amalan penting selama Ramadhan. Tetapi di penghujungnya, bahasannya menyerempet ke hal lain.
Kata dia, para Imam harus memperhatikan bacaannya. Jangan sampai kepanjangan, lalu membuat orang yang sepuh merasa lelah. Jangan juga terlalu cepat, sehingga jamaah tidak bisa mengikuti gerakan imam.
.
Dia lalu menyebut perintah Nabi terkait hal tersebut. Bahwa, seorang Imam, dianjurkan melihat ke belakang sebelum memulai memimpin shalat.
.
Hikmahnya, kata dia, adalah untuk mengecek kondisi jamaah yang ada di belakangnya: orang tua, yang asam urat, yang shalat duduk, anak kecil, dll. Dengan demikian, dia bisa memimpin shalat menyesuaikan kondisi jamaah.
.
Menurut sang ustadz, akibat dari imam yang tak memperhatikan jamaah, membuat jamaah akan lari. Pindah ke masjid lain. Yang bacaannya lebih sederhana.
.
“Yang bacaannya sedang-sedang saja,” jelas ustadz asal Makassar tersebut.
.
Mendengar bahasan penutup itu, saya cuma menunduk. Pura-pura main hape. Padahal, sisi lain dari hati, melakukan dialog dengan sisi yang lain. Keduanya saling berdebat. Mencoba mencari pembenaran. Mencari alasan.
.
***
.
Saya jadi ingat. Di suatu kesempatan, ustadz Sholeh Utsman pernah menyampaikan pentingnya penempatan dalil. Dan bagaimana mengaitkannya dengan diri kita dan orang lain.
.
Guru Arabiyah Linnasyiin saya itu lalu memberi contoh. Mendatangkan dua kondisi posisi seseorang. Yaitu antara tamu dan tuan rumah.
.
Dalam masalah tamu dan yang di-tamu-i, ada beberapa ayat yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalil. Misalnya dalam surat An-Nur, dan surat al-Ahzab.
.
Dalam ayat ke 28 dari surat an-Nur, Allah Ta’ala berfirman, “dan jika dikatakan kepadamu; pulanglah!, maka pulanglah kamu.”
.
Menurut ustadz Sholeh, yang paling tepat, ayat ini dipegang oleh tamu. Sehingga jika ada kode-kode tertentu dari tuan rumah, hendaknya dia sadar diri dan pamit untuk pulang.
.
Bukan sebaliknya, malah digunakan sebagai senjata oleh tuan rumah. Dengan dalil itu, akhirnya dia mengusir tamu yang datang ke rumahnya.
.
Untuk tuan rumah, yang paling tepat adalah dalil dari surat Al-Ahzab. Dalam ayat ke 53, Allah Ta’ala memberi isyarat tentang tamu yang hendaknya segera pulang setelah diberi makan.
.
Allah Ta'ala katakan, “lalu jika kalian telah diberi makan, maka bertebaranlah kamu dan jangan memperpanjang pembicaraan.”
.
Secara asal, ayat ini memang dalil bagi tamu. Tapi, di sisi lain justru menjadi ‘senjata makan tuan’ buat tuan rumah. Bahwa, seorang tamu jangan dibiarkan atau bahkan disuruh pulang, kalau belum dikasi makan.
.
Sehingga yang tepat, jika kita sebagai tamu: segera pamit dan pulang setelah dikasi hidangan. Baik ringan, apalagi hidangan berat. Hidangan yang keluar, adalah kode. Bahwa sesaat lagi, kita harus undur diri.
.
Dan bagi tuan rumah: jangan biarkan tamu pamit dan pulang, tanpa disuguhi sesuatu. Kopi hitam kah. Radix kah. Atau bahkan sekedar beberapa teguk air putih.
.
***
.
Demikian pula dalam urusan kepemimpinan dalam shalat. Kita dalam posisi sebagai sorang makmum, berpijakan pada hadits: “imam itu diangkat untuk diikuti.” Sehingga tugas makmum adalah bersabar dalam mengikuti imamnya.
.
Dan jika kita di posisi imam, pijakannya adalah sabda nabi, “jika kalian mengimami shalat untuk orang lain, maka ringankanlah.” Sehingga bagi imam, wajib dia memperhatikan siapa makmumnya.
.
Dua dalil ini digunakan masing-masing pihak untuk mengukur dirinya sendiri. Dan menerapkannya pada dirinya, di posisinya masing-masing.
.
Teori penempatan dalil ini penting untuk diperhatikan. Sehingga, terhadap dalil-dalil yang ada, fokus kita adalah: bagaimana menempatkan dalil tersebut untuk diri kita. Bagaimana mengaplikasikannya sesuai kondisi kita.
.
Jangan dibalik: ketika ada dalil, yang terpikirkan malah penempatannya pada orang lain. Digunakan untuk melemahkan orang lain. Bahkan malah terkadang digunakan untuk menyerang orang lain. Ini tentu pemikiran yang keliru.
.
Pikirkan bagaimana dalil itu diaplikasikan pada diri kita. Jangan fokus pada: memikirkan bagaimana dalil itu bisa diaplikasikan untuk orang lain.
.
***
.
Di ujung tausiyah Tarawih malam ke-4 tersebut, akhirnya saya mengingat kembali kejadian masa silam. Ketika seorang jamaah mengingatkan saya dalam bahasa Arab, sesaat sebelum memulai memimpin shalat: maujud syaikh.
.
Kata dia: (jangan panjang-panjang), ada orang tua.
.
Semoga di malam-malam berikutnya, ada yang memberi pencerahan tentang pentingnya mengikuti gerakan imam, dan sabar dalam mentaati gerakan (dan bacaannya yang dianggap kepanjangan). #Ngarep.
*Minanga, 13 Maret 2024
No comments:
Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....