Ketika Allah Menghancurbinasakan Orang Beriman
Kesalahan membaca alQur'an akan berakibat fatal pada perubahan makna alQur'an. Merubah maknanya tentu merupakan dosa. Pelakunya harus segera ber-istighfar dan bertaubat. Salah satu cara menilai salah-benar bacaan alQur'an adalah dengan memahami bahasa Arab.
Subuh tadi, ketika menyimak setoran hafalan baru, saya kaget dengan bacaan seorang santri. Santri tersebut sedang menyetorkan surat alMursalat. Hafalan surat baru setelah anNaba tuntas dalam beberapa kali setoran.
Ayat yang dibaca tersebut aslinya berbunyi seperti ini.
(كَذَٰلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ)
Artinya, secara bebas, mungkin seperti ini: "Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang JAHAT, PELAKU KRIMINAL, PARA PENDOSA."
Kami, dalam ayat ke-18 tersebut, bermakna Allah. Dan apa yang dilakukan Allah terhadap orang-orang jahat tersebut, disebutkan di dua ayat sebelumnya; ayat 16 dan 17.
Ayat 16 tersebut berbunyi:
(أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِينَ)
Terjemahan bebasnya: “Bukankah (dulu) kami telah binasa-hancurkan orang-orang terdahulu.” Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, mereka itu, orang-orang terdahulu yang dihancur-binasakan itu, adalah orang-orang yang mendustakan para Rasul –utusan Allah- dan menyisilihi apa yang para Rasul tersebut bawa –yakni risalah kebenaran-.
Di ayat selanjutnya, Allah juga menegaskan, bahwa orang-orang belakangan yang menyerupai mereka -para terdahulu tersebut- akan ditimpakan azab serupa yakni kehancur-binasaan. Tentu jika orang-orang yang hadir belakangan tersebut sama dalam hal pendustaan pada kebenaran dan kemaksiatan terhada risalah Islam.
Maka, di ayat ke-17 Allah Ta’ala berkata: “Kemudian kami ikut-sertakan orang-orang belakangan (dalam kehancur-binasaan).”
Teksnya berbunyi:
(ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِينَ)
Yang membuat saya kaget adalah ketika redaksi “al-mujrimin” pada ayat ke-18 tersebut diganti dengan lafaz “al-mu’minin”. Mendengar bacaan dengan redaksi “al-mu’minun tersebut, saya langsung refleks menyalahkan. Si santri yang sedang asyik khusyuk merapal dan menyetor hafalan ayat itu, juga merasa kaget karena disalahkan.
“Salah di mana?” raut wajahnya menandakan tanya besar. Rupanya, kesalahannya bukan kesengajaan.
“Bukan al-mu’minun, tapi al-mujrimun,” kata saya membetulkan. “Ulang lagi,” tegas saya memberi perintah. Sejurus kemudian, ia mengulang ayat tersebut dengan redaksi yang benar.
***
Dalam membaca al-Quran, ada istilah yang dikenal dengan lahn. Secara bahasa, lahn artinya kesalahan tata bahasa. Secara bebasnya, lahn dalam membaca alQur’an bermakna kesalahan atau kondisi menyimang dari kebenaran. Lahn dalam membaca alQur’an terbagi dua; khafiy dan jaliy.
Lahn khafiy adalah kesalahan yang terjadi karena tidak sempurnanya pengucapan bacaan. Disebut khafiy karena memang tersembunyi dan kecil. Oleh karenanya, kebanyakannya, orang yang mengetahui kesalahan jenis ini hanya ahli qiro’ah yang telah mendalami tajwid dan tahsin secara spesifik.
Kesalahan jenis ini terjadi, misalnya, ketika tidak sempurna menyebut harakat, tidak pas dalam memanjang-pendekkan bacaan, kurang pas dalam bacaan gunnah atau men-qolqolahkan huruf yang tidak seharusnya qolqolah. Kesalahan jenis ini, menurut pendapat yang lebih kuat, oleh para ulama qiro’ah, dihukumi terlarang.
Lahn jaliy adalah kesalahan yang terdapat dalam lafazh dan memengaruhi tata cara bacaan. Kesalahan jenis ini berpotensi mengubah makna dan arti dari bacaan tersebut. Di namakan jaliy karena kesalahan jenis ini sangat jelas dan bisa diketahui oleh orang awam sekalipun.
Kesalahan ini bisa terjadi, misalnya, ketika merubah bunyi huruf, merubah harokat, mengganti lafazh, menambah dan mengurangi huruf, menghilangkan tasydid atau sebaliknya, atau menghilangkan bacaan mad. Para ulama qiro’ah sepakat hukum melakukan kesalahan ini adalah haram. Dan pelakunya berdosa dan harus segera beristighfar.
Dalam kasus santri saya tersebut, kesalahan yang dia lakukan jelas sekali termasuk lahn jaliy. Dalam dunia qiro’ah, walau saya seorang guru ngaji, saya masih terkategori awam. Tetapi, alhamdulillah, saya tetap bisa tahu bahwa bacaan santri tersebut salah. Modal saya hanya karena surat tersebut (pernah) saya hafal, dan sedikit mengetahui bahasa Arab.
Saya, di bangku sekolah formal dulu, pernah belajar bahasa Arab. Walau tidak pernah menuntaskan satu buku, alhamdulillah, modal yang sangat sedikit itu sedikit banyak membantu saya dalam memahami makna alQur’an. Setidaknya, pada ayat-ayat yang menggunakan kosa-kata yang familiar.
Sedikit pemahaman bahasa Arab itu juga berguna ketika mendengarkan bacaan alQur’an seseorang. Ketika ada kesalahan bacaan dalam tata bahasa, orang yang paham bahasa Arab akan mengetahui jika bacaan itu kurang tepat.
Bahasa Arab adalah bahasa universal. Bahasa ini digunakan oleh 4 milyar kaum muslimin yang membaca alQur’an. Membaca alQuran dengan bahasa aslinya akan mendapat ganjaran pahala berlipat-lipat. Kelak, di surga nanti, para penduduk surga saling berkomunikasi dengan bahasa Arab.
Lalu, adakah alasan untuk tidak mempelajari bahasa Arab? Adakah keraguan untuk lebih mendalami tajwid dan tahsin alQur'an?
***
Oh, iya. Bacaan salah santri saya tersebut, kalau diterjemahkan mungkin seperti ini: “Demikianlah kami (akan) melakukan (penghancur-binasaan) terhadap orang-orang beriman (sebagaimana orang-orang terdahulu).”
Kalau jadi orang beriman saja kita dihancur-binasakan, lalu sebenarnya, apa maunya Allah, Pencipta kita?
Ketika Allah Menghancurbinasakan Orang Beriman
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Monday, April 11, 2016
Rating:
No comments:
Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....