Homo dan Lesbi; Di Mana Kita?

Hari-hari belakangan ini, banyak dibicarakan tentang fenomena penyimpangan seksual seperti lesbianisme dan homoseksual. Bukan pada siapa pelaku dan apa hukumannya, tapi yang menjadi perbincangan adalah apakah mereka layak diterima sebagai sebuah perilaku hidup normal atau tidak. Banyak yang mendukung pelaku dan perilaku penyimpangan ini, tak sedikit juga hanya diam tak mengingkari. 

Dalam al-Kabaair –daftar dosa-dosa besar-, Imam Adz-Dzahabiy menuliskan sebuah atsar yang menggambarkan keadaan hari ini.

Abu Said asSha'lukiy berkata, "Akan muncul pada umat ini kaum yang disebut 'Al-Luthiyun' (Pengikut kaum Luth). Mereka terdiri dari 3 kelompok, sekelompok hanya melihat (tanpa mengingkari), sekelompok berdamai (memberi mereka dukungan dan keleluasaan) dan sekelompok lagi melakukan perbuatan (homoseks) yang menjijikkan itu."

Walaupun sanad atsar ini lemah, tetapi setidaknya, prediksi Abu Sa’id asSha’lukhiy tersebut benar-benar terjadi hari ini. Tengok saja ke belakang. Di media televisi, ada Kompas TV yang beberapa waktu lalu me-live-kan Program Khusus; LGBT, Haruskah Dicemaskan?

Dari 5 narasumber yang jadi pembicara di kesempatan itu, secara kasat mata terlihat betapa tidak berimbangnya diskusi tersebut; 3 orang yang pro, 1 netral dan 1 lagi kontra. Belum lagi fakta bahwa pertanyaan-pertanyaan Rosiana Silalahi yang memandu acara cenderung condong ke kubu pro-LGBT.

Ini contoh media yang pro; orang-orang yang mencoba berdamai dengan penyimpangan seksual tersebut dengan memberi dukungan dan keleluasaan. Jelas sekali, dukungan dan keleluasaan yang kelomok pro ini berikan sangat besar pengaruhnya terhadap eksistensi pelaku abnormal terserbut.
Itu kelompok pertama dari pengikut kaum Luth. Kelompok lain adalah mereka yang hanya bisa berdiam diri tak memberi kontribusi riil, bahkan do’a sekalipun, untuk tidak mewabahnya penyakit ini. Bentuk sikap dan lirih hati mereka juga tidak mengingkarinya. Kelompok ini juga berbahaya, sebab secara tak sadar, telah memposisikan diri sebagai pengikut kaum Luth, walau hidup mereka normal.

Kelompok ini, mungkinkah mereka itu pemerintah? Hanya mereka yang bisa menjawab. Tetapi, semoga saja jawabannya adalah tidak. Sebab peran pemerintah sangat strategis dalam menanggulangi penyakit kejiwaan ini. Gerakan pemerintah harus masif dan aktif; bergerak secara menyeluruh, mengeluarkan sikap pasti dan memiliki kebijakan stategis.

Kelompok terakhir adalah mereka yang menjadi pelaku-pelaku penyimangan seksual abnormal tersebut. Sudah jelas posisi mereka berada di barisan terdepan dari pengikut kaum Luth. Kalau kelompok pertama dan kedua hanya ikut berbaris karena sikap, maka kelomok ketiga ini masuk barisan karena sikap dan perilaku. Merekalah man of action-nya.

Sekarang yang penting adalah, di mana posisi kita dalam hal ini. Apakah pelakunya, atau bukan pelaku tapi mendukung terang-terangan, atau tidak mendukung tapi diam tak mengingkari? Ataukah kita termasuk orang-orang yang menentangnya? Semoga opsi terakhir adalah pilihan kita. Jadilah agen-agen yang berusaha untuk tidak diam dalam praktek penyimpangan ini.

Jika pengajar, ajarkan anak didik aqidah yang benar sebab itulah benteng kokoh dari segala penyimangan dan penyelewangan. Beritahu anak didik ancaman dan bahaya dari perilaku tersebut. Ajarkan juga mereka untuk membenci dan menjauhi perbuatan itu.

Jika pelajar, berusahalah untuk mempelajari aqidah yang benar. Sibukkan diri dengan aktifitas bermanfaat. Jangan ada waktu menganggur tanpa aktifitas berarti.  

Jika orang tua, jadilah orang tua yang memperhatikan kegiatan-kegiatan anak-anak kita; di dunia nyata maupun dunia maya. Masukkan mereka ke halaqoh-halaqoh alQuran agar mereka sering berinteraksi dengan alQur’an.

Jika penulis, menulislah langkah-langkah penyembuhan dan pencegahannya. Mendiskreditkan mereka mungkin kurang tepat. Merangkul dan peduli nasib mereka mungkin lebih bermanfaat. Layaknya penyakit jiwa lainnya, mereka memang butuh uluran tangan orang-orang yang peduli. Dan penulis bisa melakukan itu.

Intinya, sebagai muslim yang baik, kita tidak boleh berdiam diri tak memberi kontribusi apalagi sampai tak mengingkari. Naudzubillah min dzalik kalau kita mengambil opsi ini.
Ambillah peran yang memungkinkan sesuai dengan profesi kita masing-masing. Posisikan diri sebagai seorang muslim yang mengubah; agent of change. Mengubah dari sakit jiwa ke perilaku normal.

Oh, iya. Sebenarnya, apa itu LGBT?

LGBT adalah akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual and Transgender. Akronim ini terlihat justru ingin meng-halusbahasa-kan praktek perilaku hidup tidak normal dari para pelaku penyimpangan ini. Seolah ini adalah merupakan bagian dari strategi mereka untuk membuat masyarakat tidak jijik dan jengah menyebut perilaku lesbian dan homo dengan memilih menggunakan LGBT. Maka tinggalkan penggunaan akronim ini, dan gunakan kata yang seharusnya dan semestinya; tak perlu disingkat.

Kamar Pojok, 20/2/2016
Homo dan Lesbi; Di Mana Kita? Homo dan Lesbi; Di Mana Kita? Reviewed by Ibnu Basyier on Saturday, February 20, 2016 Rating: 5

No comments:

Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....

ads
Powered by Blogger.