Ternyata, HP Anak Bisa Buat Ibu Pingsan
Beberapa waktu lalu, saya membuat seorang santri saya menangis. Kejadiannya malam hari. Saya memang sengaja memanggil dia terkait beberapa hal penting yang harus ditabayyunkan kepadanya.
Sebelumnya, saya menyita hp si santri tersebut. Setelah diperiksa, beberapa data saya temukan. Data yang membuat ngeri dan bulu kuduk berdiri. Data-data inilah yang saya tabayyunkan malam itu. Siapa tahu, ada orang lain yang pernah menggunakan hp-nya.
Setelah sedikit pengantar dari saya, ia mulai cerita. Awalnya ia ragu dan sedikit menutupi cerita. Menilai ada yang janggal, saya minta ia menceritakan yang sejujurnya. Masih ragu lagi, dan lagi-lagi masih ragu. Mungkin dia agak risih. Tapi akhirnya, ia bercerita lebih jujur sambil menangis.
Keesokan harinya, sebuah pesan masuk ke nomor whatsapp saya. Rupanya bapak si santri. Ia bertanya heran dan agak merasa tidak menerima anaknya dibuat menangis. Entah laporan apa yang si bapak terima. Tapi saya yakin, informasinya pastilah tidak sepenuhnya sampai di telinga si bapak.
Merasa dipojokkan seperti itu, saya akhirnya memberi penjelasan. Saya ceritakan garis besar mengapa anak si bapak menangis. Dan mengapa pula si anak harus saya panggil dan bertemu 4 mata.
Melihat masih ada balasan dengan nada bertanya atas tindakan saya, akhirnya saya meminta izin. Kepada si bapak, dengan hati-hati, saya meminta izin untuk mengirim skrinsut data-data yang saya temukan di hp si anak. Setelah dapat restu, saya kirimkan langsung. Apa adanya. Tanpa sensor.
Balasan selanjutnya adalah istighfar. Ya, di layar C3 saya, saya "melihat" si bapak beristighfar. Saya yakin, ia sangat malu dan menyesal. Untungnya, kami mengobrol hanya lewat gadget. Jadi, saya tidak melihat ekspresi wajahnya.
Setelahnya, si bapak meminta kepada saya satu hal. Ia ingin, skrinsut dan data-data temuan saya tidak diberitahukan kepada siapa-siapa lagi. Termasuk ibu si anak, istri si bapak. Biaralah, katanya, cukup Dia, dia, dan saya yang tahu.
"Saya takut, istri saya pingsan, nanti kalau tahu!" katanya menjelaskan kekhawatirannya.
Saya juga yakin, sebagai perempuan, si ibu pasti akan shock dan kaget mengetahui apa yang dilakukan si anak dengan hp tersebut. Apa yang menjadi tema obrolannya, apa yang ditontonnya, apa yang telah diaksesnya, dan aktifitas lainnya yang menjurus pada hal-hal bersifat dewasa itu, hanya satu objeknya; perempuan.
Entahlah.
Dalam penilaian saya, kebanyakan yang terlalu percaya kepada anak dan memberikan bekal hp kepada anak-anak pondok adalah ibu. Cukup beralasan, memang. Sebab, ibulah yang biasanya paling tidak bisa ditinggal oleh anak-anaknya. Sehingga, dengan alasan agar komunikasi tetap lancar, dibekalilah si anak dengan hp oleh ibunya. Tentu setelah ceramah singkat agar tidak salah menggunakannya.
"Jaga baik-baik, ya? Jangan sampai disita, ya, sayang?"
"Ndak usah bilang ke ayah, ya?"
"Eh, hpnya jangan dipake mainan yang macam-macam. Cukup untuk nelpon atau sms ke ibu."
"Ingatloh! Hpnya hanya untuk belajar. Bukan untuk lain-lain."
Mungkin seperti itulah pesan ibu. Mungkin, ya. Ini hanya sebatas pemikiran saya. Tentu berdasarkan pengalaman saya menangani kasus kepemilikan hp sebelum-sebelumnya. Juga berdasarkan pengakuan beberapa anak yang hpnya disita.
Lalu, mengapa kok ada bapak yang takut istrinya pingsan mengetahui aktifitas anaknya dengan hp? Ah, saya tidak ingin berspekulasi. Biarlah pembaca sendiri yang berimajinasi. Mencari tahu mengapa begitu dan mengapa begini.
Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan apa yang pernah disampaikan oleh seorang pakar parenting dan pendidikan anak. Beliau memang dikenal banyak menulis dan menerbitkan buku seputar itu. Tinggal di Jogja, dan dikenal dengan nama Fauzil Adhim.
Dalam salah satu lawatannya di masjid dekat rumah, ia bercerita tentang keluarganya. Katanya, ia baru membolehkan anak-anaknya menggunakan hp ketika mereka kuliah. Itu adalah kesepakatan bersama istri dan anak-anaknya.
Sebagai pakar pendidikan anak, ia tentu tahu bahaya hp bagi anak. Ia juga tentu paham, kapan harus memberikan hp. Di usia kapan anak-anaknya baru dibelikan hp. Di balik rasa sayangnya kepada anak, ada kekhawatiran anaknya akan menyalah gunakan hp. Ia tahu anak adalah masa depan. Dan hp bisa merusak masa depan anaknya.
Dan kita?
Karena sayangnya sama anak, kita belikan ia segala keinginannya. Tapi kita tidak terlalu memikirkan apakah keinginannya itu sudah sesuai dengan usianya.
Karena cintanya kepada anak, kita berikan segala pintanya. Tapi kita tidak terlalu memperhatikan apakah pintanya itu adalah kebutuhannya atau hanya ikut-ikutan trend kekinian.
Lalu, bagaimana seharusnya? Mari kita carikan solusinya bersama.
Sumber foto dari sini.
Sebelumnya, saya menyita hp si santri tersebut. Setelah diperiksa, beberapa data saya temukan. Data yang membuat ngeri dan bulu kuduk berdiri. Data-data inilah yang saya tabayyunkan malam itu. Siapa tahu, ada orang lain yang pernah menggunakan hp-nya.
Setelah sedikit pengantar dari saya, ia mulai cerita. Awalnya ia ragu dan sedikit menutupi cerita. Menilai ada yang janggal, saya minta ia menceritakan yang sejujurnya. Masih ragu lagi, dan lagi-lagi masih ragu. Mungkin dia agak risih. Tapi akhirnya, ia bercerita lebih jujur sambil menangis.
Keesokan harinya, sebuah pesan masuk ke nomor whatsapp saya. Rupanya bapak si santri. Ia bertanya heran dan agak merasa tidak menerima anaknya dibuat menangis. Entah laporan apa yang si bapak terima. Tapi saya yakin, informasinya pastilah tidak sepenuhnya sampai di telinga si bapak.
Merasa dipojokkan seperti itu, saya akhirnya memberi penjelasan. Saya ceritakan garis besar mengapa anak si bapak menangis. Dan mengapa pula si anak harus saya panggil dan bertemu 4 mata.
Melihat masih ada balasan dengan nada bertanya atas tindakan saya, akhirnya saya meminta izin. Kepada si bapak, dengan hati-hati, saya meminta izin untuk mengirim skrinsut data-data yang saya temukan di hp si anak. Setelah dapat restu, saya kirimkan langsung. Apa adanya. Tanpa sensor.
Balasan selanjutnya adalah istighfar. Ya, di layar C3 saya, saya "melihat" si bapak beristighfar. Saya yakin, ia sangat malu dan menyesal. Untungnya, kami mengobrol hanya lewat gadget. Jadi, saya tidak melihat ekspresi wajahnya.
Setelahnya, si bapak meminta kepada saya satu hal. Ia ingin, skrinsut dan data-data temuan saya tidak diberitahukan kepada siapa-siapa lagi. Termasuk ibu si anak, istri si bapak. Biaralah, katanya, cukup Dia, dia, dan saya yang tahu.
"Saya takut, istri saya pingsan, nanti kalau tahu!" katanya menjelaskan kekhawatirannya.
Saya juga yakin, sebagai perempuan, si ibu pasti akan shock dan kaget mengetahui apa yang dilakukan si anak dengan hp tersebut. Apa yang menjadi tema obrolannya, apa yang ditontonnya, apa yang telah diaksesnya, dan aktifitas lainnya yang menjurus pada hal-hal bersifat dewasa itu, hanya satu objeknya; perempuan.
***
Entahlah.
Dalam penilaian saya, kebanyakan yang terlalu percaya kepada anak dan memberikan bekal hp kepada anak-anak pondok adalah ibu. Cukup beralasan, memang. Sebab, ibulah yang biasanya paling tidak bisa ditinggal oleh anak-anaknya. Sehingga, dengan alasan agar komunikasi tetap lancar, dibekalilah si anak dengan hp oleh ibunya. Tentu setelah ceramah singkat agar tidak salah menggunakannya.
"Jaga baik-baik, ya? Jangan sampai disita, ya, sayang?"
"Ndak usah bilang ke ayah, ya?"
"Eh, hpnya jangan dipake mainan yang macam-macam. Cukup untuk nelpon atau sms ke ibu."
"Ingatloh! Hpnya hanya untuk belajar. Bukan untuk lain-lain."
Mungkin seperti itulah pesan ibu. Mungkin, ya. Ini hanya sebatas pemikiran saya. Tentu berdasarkan pengalaman saya menangani kasus kepemilikan hp sebelum-sebelumnya. Juga berdasarkan pengakuan beberapa anak yang hpnya disita.
Lalu, mengapa kok ada bapak yang takut istrinya pingsan mengetahui aktifitas anaknya dengan hp? Ah, saya tidak ingin berspekulasi. Biarlah pembaca sendiri yang berimajinasi. Mencari tahu mengapa begitu dan mengapa begini.
***
Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan apa yang pernah disampaikan oleh seorang pakar parenting dan pendidikan anak. Beliau memang dikenal banyak menulis dan menerbitkan buku seputar itu. Tinggal di Jogja, dan dikenal dengan nama Fauzil Adhim.
Dalam salah satu lawatannya di masjid dekat rumah, ia bercerita tentang keluarganya. Katanya, ia baru membolehkan anak-anaknya menggunakan hp ketika mereka kuliah. Itu adalah kesepakatan bersama istri dan anak-anaknya.
Sebagai pakar pendidikan anak, ia tentu tahu bahaya hp bagi anak. Ia juga tentu paham, kapan harus memberikan hp. Di usia kapan anak-anaknya baru dibelikan hp. Di balik rasa sayangnya kepada anak, ada kekhawatiran anaknya akan menyalah gunakan hp. Ia tahu anak adalah masa depan. Dan hp bisa merusak masa depan anaknya.
Dan kita?
Karena sayangnya sama anak, kita belikan ia segala keinginannya. Tapi kita tidak terlalu memikirkan apakah keinginannya itu sudah sesuai dengan usianya.
Karena cintanya kepada anak, kita berikan segala pintanya. Tapi kita tidak terlalu memperhatikan apakah pintanya itu adalah kebutuhannya atau hanya ikut-ikutan trend kekinian.
Lalu, bagaimana seharusnya? Mari kita carikan solusinya bersama.
Sumber foto dari sini.
Ternyata, HP Anak Bisa Buat Ibu Pingsan
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Monday, August 22, 2016
Rating:
Maksudnya apa? Perlu diperbaiki lagi kualitas tulisanya biar pembaca paham maksudnya. Keep spirit.
ReplyDeleteYang saya pahami, kebanyakan ibu terlalu sayang pada anaknya yang ada dipondok. Saking sayangnya, sang anak pun dibekali hp, padalah hp adalah barang terlarang di pondok.
DeleteSi ibu tidak tahu, apa saja yang dilakukan si anak dengan hpnya. Apalagi tidak ada yang bisa mengontrol penggunaannya.
Karena tidak terkontrol, hp akhirnya disalahgunakan oleh si anak. Yang jika saja si ibu tahu apa penyalahgunaan itu, niscaya iya akan pingsan karena shock dan kaget.