Mengelola Cemburu
Dua anak terakhir saya masih kecil-kecil. Usianya berdekatan.
Jaraknya hanya 1 tahun. Orang-orang yang pertama kali berjumpa dengan keduanya,
akan berpikiran bahwa mereka kembar. Itu karena postur tubuh hampir sama, dan
pakaiannya dibuat selalu kembar oleh ibunya.
Saat ini, keduanya berada pada mode aktif-aktifnya. Bahkan bisa
dikatakan sangat aktif. Di rumah, semua yang bisa dijangkau akan menjadi
permainan. Piring-piring yang masih berada di keranjang setelah di cuci,
diembat tanpa izin. Dijadikan mainan. Bantal-bantal yang sudah disusun rapi,
disambar. Sukses dijadikan kuda-kudaan. Lipatan-lipatan baju di lemari tak
luput dari perhatiannya.
Saya beberapa kali membawa keduanya ke masjid. Karena berada
di tempat luas (seperti masjid) tidak selalu didapatkannya, maka mereka seperti
menemukan alam baru. Liar dan aktif sekali. Lari ke sana, ke mari. Membuat orang
lain gemas ndak karuan. Dan akhirnya sukses menarik perhatian seisi
masjid.
Maka, saya lebih sering membawa seorang saja ke masjid. Gantian,
biasanya. Dan susahnya, kadang ada yang tidak mau mengalah untuk tinggal. Giliran
kakak dibawa, si adik menangis meronta pingin ikut. Sebaliknya, adik yang
dibawa, si kakak merajuk pengen ikut. Yah, masing-masing merasa saya yang
paling berhak untuk ikut.
Kalau sudah begini, terpaksa saya gunakan jurus ‘menculik’. Dengan
bantuan bundanya, salah seorang dari mereka harus dialihkan perhatiannya. Bundanya
sering mengajak ke belakang, dan membuka tempat makanan. Ketika perhatiannya
mulai teralihkan ke makanan, yang satu segera saya ‘culik’ dan berangkat ke
masjid.
Tidak hanya soal ke masjid. Soal baju juga demikian. Sore misalnya,
sehabis mandi. Adik yang biasanya duluan mandi, otomatis lebih dahulu
berpakaian. Ia sudah bisa memilih sendiri baju apa yang akan digunakannya. Kalau
sudah berpakaian sedemikian rapi, giliran si kakak segera mencari bajunya yang
paling bagus. Ndak mau kalah. Repotnya, kadang ia lupa bahwa ia belum mandi.
Masih enakan kalau masih urusan pakaian. Yang paling
merepotkan adalah ketika tiba-tiba rewelnya datang. Kadang, ketika si adik
rewel karena satu hal, tidak ada cara membujuknya untuk diam selain gendong. Parahnya,
si adik kadang lama bertahan di gendongan hingga rewelnya mereda. Melihat adiknya
enak berada di gendongan, si kakak cemburu besar. Ia juga ingin digendong. Dan,
mau tidak mau, saya terpaksa harus menggendong dengan beban sekitar 25 kg
sekian waktu lamanya.
Menghadapi kasus seperti ini, Ayah Edi pernah mengajarkan
saya sebuah cara. Dalam rekaman parenting yang saya dengar darinya, beliau mengajarkan
begini. Jika yang satu digendong, maka arahkan wajah kepada yang satunya. Walaupun
ia tidak digendong, ia tetap harus merasa diperhatikan. Sebagai gantinya, ajak
dia bermain. Sehingga ia tidak perlu meminta untuk digendong juga.
Pengajaran Ayah Edi ini beberapa kali saya coba. Kadang berhasil,
kadang nihil. Jadi, pelung keberhasilannya tidak 100 persen. Tergantung banyak
faktor lain. Jadi, untuk mengelola rasa cemburu keduanya, tidak ada teori khusus. Biarkan berjalan sesuai kondisi. Apa yang dirasa perlu dilakukan saat itu, lakukanlah. Kita sebagai orang tua yang paling paham dengan siatuasi dan kondisi anak kita. Ya, tentunya, tetap dalam asas keadilan. Agar tidak ada yang merasa dibedakan dari yang satunya.
[Foto ini memperlihatkan mereka sedang akur makan dari satu tempat yang sama]
Mengelola Cemburu
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Sunday, January 22, 2017
Rating:
Haha lucu mas. Nikmatin aja masa-masa itu mas.
ReplyDeleteMasih mending rewelnya ga macem" mas, cuma minta ke masjid. Hehe
Ya, sebagai ayah bagi mereka, saya tentu menikmati. Btw, keduanya selalu mau ikut kalau saya ngambil kunci motor. Hehhe... Mereka selalu tahu itu...
Delete