Hormat

Di Indonesia, selain traffic light, ada dua hal lagi yang mampu menghentikan sebuah kendaraan motor. Satu di antaranya semacam ketetapan resmi. Seperti protokol sebuah sistem yang berjalan rapi dan teratur. Satunya lagi lebih terlihat seperti sebuah budaya. Sebagai bentuk penghormatan.

Yang pertama adalah penaik-turunan bendera merah putih di daerah basis militer. Saya baru mengetahui ini ketika menemani istri menanti kelahiran anak kami. Bidan Praktek Mandiri yang kami tempati untuk persalinan ketika itu berdekatan dengan Konpi Senapan. Hampir 24 jam berada di bidan membuat saya tahu apa kebiasaan para tentara tersebut.

Menjelang penaikan bendera pusaka di pagi hari, sebuah pengumuman dari pengeras suara terdengar keras. “Pengibaran bendera merah putih. Semua aktifitas dihentikan.” Kira-kira begitu aba-aba tersebut terdengar. Bahkan sebelumnya, sudah ada pengumuman beberapa menit sebelum bendera akan dikibarkan.

Pengibaran bendera itu benar-benar mampu menghentikan kegiatan di kompleks militer tersebut beberapa saat. Main volley, sedang jogging, menyapu tetaman, dan aktifitas pagi lainnya berhenti segera. Dan itu berlaku otomatis. Seperti sebuah protokol yang berlaku.

Akibat dari protokol tersebut, setiap yang lewat di depan gerbang markas militer ikut berhenti. Satu hingga dua menit sebelum bendera naik, penjaga gapura kompleks militer berada di jalan. Mereka melambaikan tangan mengisyaratkan agar semua yang lewat berhenti.

“Kenapa, pak?” Tanya saya ketika dengan raut wajah. Saya bertanya heran dengan raut wajah. Tidak benar-benar keluar pertanyaan tersebut.

“Pengibaran bendera,” jawab seorang tentara singkat dan cepat. Sesaat kemudian, ia dan semua tentara lain, di dalam kompleks maupun yang berjaga di luar, mengangkat tangan terbuka sejajar dengan pelipis. Posisi hormat bendera.

Setelah prosesi selesai, barulah aktifitas kembali semula. Yang volley, kembali bermain. Yang jogging, meneruskan larinya. Yang menyapu, melanjutkan pembersihannya.

Tidak hanya pengibaran bendera. Saya perhatikan, ketika penurunan sore hari, begitu juga yang terjadi. Benar-benar sebuah protokol standar yang berlaku di basis militer. Tapi, saya tidak tahu, apakah pemberhentian kendaraan yang lewat tersebut juga berlaku ketika markas militernya berada di jalan raya besar. Saya belum pernah melihatnya.

Yang kedua adalah ketika jenazah diantar ke liang lahat. Saya tidak tahu bagaimana budaya di tempat lain. Tapi dari yang saya perhatikan beberapa malam lalu ketika mengantar jenazah seorang tetangga, para pengantar menguasai semua badan jalan. Yang demkian itu karena para pengguna jalan dari arah depan berhenti dengan sendiri.

Baik motor atau mobil, semua berhenti dan memberi jalan agar jenazah dan para pengantarnya segera lewat. Kalau yang ini, saya lihat berhenti tanpa diberi perintah. Seolah sebuah budaya yang mengakar, para pengendara dengan sendirinya berhenti di sisi jalan agar tidak menggangu.

Nantilah setelah iringan jenazah dan pengantar lewat seluruhnya, barulah mereka kembali berjalan. Bagi saya, ini lebih kepada budaya. Untuk memberi penghormatan terakhir kepada si mayit yang akan segera dikubur.

Memang bagian dari ajaran Islam, bahwa mayit harus segera dituntaskan urusannya. Mulai pemandian, penyalatan hingga pengantaran dan penguburan harus segera dilakukan. Yang demikian termasuk hak mayit seorang muslim. Agar ia bisa segera tenang di alam barunya.


Mungkin pemahamam umum inilah yang mengantar budaya tinggi itu tetap lestari. Bahwa semua kendaraan harus berhenti sampai mayit dan pengantar-pengantarnya memasuki area pemakaman. Itu adalah penghormatan kepada si mayit. Persis seperti penaik-turunan bendera yang harus dihormati pula.
Hormat Hormat Reviewed by Ibnu Basyier on Thursday, August 03, 2017 Rating: 5

No comments:

Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....

ads
Powered by Blogger.