Minta Doa
Sore itu usai sholat Ashar berjamaah saya tetap sandaran di
salah satu tiang masjid. Sendiri. Beberapa santri lewat di
depan saya. Berhenti sejenak, salaman sambil cium tangan,
mengucapkan salam dan berlalu.
Terakhir yang giliran salaman anak kelas 7. Saya tahu dari pakaian batiknya yang memang berbeda dengan kelas 8 dan 9. Perawakannya kecil, agak kurus tapi tidak terlalu tinggi.
Saya memang punya kebiasaan i‟tikaf sejenak di masjid selepas Ashar. Tidak buru-buru keluar masjid setelah abaaba “fantasyiru” dari imam. Hanya sekedar menunggu masjid sepi baru beranjak keluar. Biasanya, sesaat setelah “fantasyiru”, para santri langsung berebut berdesakan keluar masjid.
Kesempatan itu saya gunakan untuk membaca wirid sore. Atau ngobrol santai dengan rekan-rekan guru. Kadang juga sambil memperhatikan polah anak-anak yang masih betah di masjid. Atau mendengar curhatan para santri yang datang menghadap.
“Ustadz, boleh saya nitip minta didoakan,” ucapnya setelah menyalami saya. Ada kesereriusan dari mimik wajahnya. Mendengar permintaan itu, saya tentu saja terkejut campur takjub. Baru sekali ini dimintai doa seperti itu. Terlebih lagi, yang meminta adalah seorang santri yang masih kelas 7.
“Doakan saya jadi anak sholih dan penghafal alQur'an." Dengan yakin ia mengatakannya setelah dinanyakan perihal doanya. Subhanallahi. Ini benar-benar diuar dugaan saya.
Ingatan saya tiba-tiba memutar ke belakang. Saya diajari oleh seorang ustadz bagaimana jika seseorang minta didoakan atas hajatnya. “Doakan langsung orang tersebut, dan minta dia mengaminkan,” begitu pesan yang saya ingat dari ustadz tersebut. Itulah yang saya lakukan pada si santri.
Tanpa berlama-lama, setelah tahu apa hajatnya, saya lalu mendoakannya. Si santri tetap di tempatnya. Mengaminkan langsung doa saya. Setelah selesai, ia menyalami saya lagi. Bangkit dan pergi mengejar teman-temannya yang lain.
Saya mengikutinya dengan ekor mata. Memperhatikan punggungnya hingga menghilang di balik dinding masjid. Sambil membatin agar doa dan harapannya dikabulkan Allah Ta'ala.
Sebelum balik badan tadi, saya sempat bertanya mengapa meminta doa kepada saya. Rupanya, itu berasal dari didikan orang tuanya. Menurutnya, kebiasaan minta didoakan orang lain tersebut telah diajarkan sejak ia masih SD.
Doa orang lain memang berbeda. Terasa berkahnya. Dahsyat hasilnya. Dan itu dibuktikan oleh seorang ibu rumah tangga yang mendidik anaknya dari hasil doa orang lain. Saya mendengarnya langsung dalam sebuah kajian keislaman.
Si Ibu memiliki kebiasaan ketika pagi hari menyapu halaman rumahnya. Ketika melihat pejalan kaki lewat depan rumahnya, ia cegat. Setelah berhenti sempurna, ia meminta doa dari orng tersebut untuk kebaikan untuk anak-anaknya.
Kebiasaan itu dilakukan si Ibu hampir di setiap pagi setiap harinya. Siapapun yang lewat, selalu begitu ia lakukan. Tak kenal maupun dikenal. Tak pandang bulu. Tidak melihat apa yang dikenakan si pejalan kaki. Tetap ia cegat. Lalu meminta doa dari orang tersebut.
Prinsip yang dipegang si Ibu adalah bahwa manusia tidak mengetahui dari doa siapa Allah akan mengabulkan permohonannya. Dalam rumah, ia tetap mendidik anakanaknya dengan sentuhan langsung. Di luar rumah, ia mendidik mereka dengan bantuan doa-doa para pejalan kaki.
Dikisahkan, karena ikhtiar Ibu tersebut, kelima anaknya berhasil menjadi penghafal alQur'an semuanya. Tidak ada yang neko-neko. Semuanya berkelakukan baik. Dan bahkan kehidupan dunianya relatif berkecukupan. Inilah dahsyatnya doa orang lain.
Terhadap si santri tadi, saya berharap Allah mengabulkan harapannya melalui saya. Sehingga saya mendapat cipratan amal baiknya kelak; dari tiap huruf yang ia baca, dari tiap kebaikan dan ketaatan yang ia lakukan.
Terakhir yang giliran salaman anak kelas 7. Saya tahu dari pakaian batiknya yang memang berbeda dengan kelas 8 dan 9. Perawakannya kecil, agak kurus tapi tidak terlalu tinggi.
Saya memang punya kebiasaan i‟tikaf sejenak di masjid selepas Ashar. Tidak buru-buru keluar masjid setelah abaaba “fantasyiru” dari imam. Hanya sekedar menunggu masjid sepi baru beranjak keluar. Biasanya, sesaat setelah “fantasyiru”, para santri langsung berebut berdesakan keluar masjid.
Kesempatan itu saya gunakan untuk membaca wirid sore. Atau ngobrol santai dengan rekan-rekan guru. Kadang juga sambil memperhatikan polah anak-anak yang masih betah di masjid. Atau mendengar curhatan para santri yang datang menghadap.
“Ustadz, boleh saya nitip minta didoakan,” ucapnya setelah menyalami saya. Ada kesereriusan dari mimik wajahnya. Mendengar permintaan itu, saya tentu saja terkejut campur takjub. Baru sekali ini dimintai doa seperti itu. Terlebih lagi, yang meminta adalah seorang santri yang masih kelas 7.
“Doakan saya jadi anak sholih dan penghafal alQur'an." Dengan yakin ia mengatakannya setelah dinanyakan perihal doanya. Subhanallahi. Ini benar-benar diuar dugaan saya.
Ingatan saya tiba-tiba memutar ke belakang. Saya diajari oleh seorang ustadz bagaimana jika seseorang minta didoakan atas hajatnya. “Doakan langsung orang tersebut, dan minta dia mengaminkan,” begitu pesan yang saya ingat dari ustadz tersebut. Itulah yang saya lakukan pada si santri.
Tanpa berlama-lama, setelah tahu apa hajatnya, saya lalu mendoakannya. Si santri tetap di tempatnya. Mengaminkan langsung doa saya. Setelah selesai, ia menyalami saya lagi. Bangkit dan pergi mengejar teman-temannya yang lain.
Saya mengikutinya dengan ekor mata. Memperhatikan punggungnya hingga menghilang di balik dinding masjid. Sambil membatin agar doa dan harapannya dikabulkan Allah Ta'ala.
Sebelum balik badan tadi, saya sempat bertanya mengapa meminta doa kepada saya. Rupanya, itu berasal dari didikan orang tuanya. Menurutnya, kebiasaan minta didoakan orang lain tersebut telah diajarkan sejak ia masih SD.
Doa orang lain memang berbeda. Terasa berkahnya. Dahsyat hasilnya. Dan itu dibuktikan oleh seorang ibu rumah tangga yang mendidik anaknya dari hasil doa orang lain. Saya mendengarnya langsung dalam sebuah kajian keislaman.
Si Ibu memiliki kebiasaan ketika pagi hari menyapu halaman rumahnya. Ketika melihat pejalan kaki lewat depan rumahnya, ia cegat. Setelah berhenti sempurna, ia meminta doa dari orng tersebut untuk kebaikan untuk anak-anaknya.
Kebiasaan itu dilakukan si Ibu hampir di setiap pagi setiap harinya. Siapapun yang lewat, selalu begitu ia lakukan. Tak kenal maupun dikenal. Tak pandang bulu. Tidak melihat apa yang dikenakan si pejalan kaki. Tetap ia cegat. Lalu meminta doa dari orang tersebut.
Prinsip yang dipegang si Ibu adalah bahwa manusia tidak mengetahui dari doa siapa Allah akan mengabulkan permohonannya. Dalam rumah, ia tetap mendidik anakanaknya dengan sentuhan langsung. Di luar rumah, ia mendidik mereka dengan bantuan doa-doa para pejalan kaki.
Dikisahkan, karena ikhtiar Ibu tersebut, kelima anaknya berhasil menjadi penghafal alQur'an semuanya. Tidak ada yang neko-neko. Semuanya berkelakukan baik. Dan bahkan kehidupan dunianya relatif berkecukupan. Inilah dahsyatnya doa orang lain.
Terhadap si santri tadi, saya berharap Allah mengabulkan harapannya melalui saya. Sehingga saya mendapat cipratan amal baiknya kelak; dari tiap huruf yang ia baca, dari tiap kebaikan dan ketaatan yang ia lakukan.
Minta Doa
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Tuesday, May 02, 2017
Rating:
No comments:
Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....