Santri Tipe Meradang
Beda Thufail,
lain pula Assiddiq bersaudara. Kalau Thufail adalah potret santri meriang, maka
triple Assiddiq adalah kebalikannya. Ketiga saudara ini potret santri yang "meradang", yaitu tipe santri yang (masih) merasakan kasih dan sayang dari orang tua. Mereka semua adalah anak-anak yang cenderung patuh, mudah dinasihati
dan termotivasi untuk berprestasi. Tapi semua juga tergantung pada
faktor-faktor pendukung lainnya.
Baca tentang Thufail di link ini: Santri Tipe Meriang
Sebagaimana
bedanya Thufail dan Assiddiq bersaudara, begitupula beda antara meriang dan
meradang. Untuk tipe yang kedua ini, biasanya untuk diarahkan cenderung lebih
gampang. Sebabnya, dari orang tua dan lingkungan sekitar mendapatkan banyak
perhatian dan kasih sayang. Itu semua didapatkan karena pola komunikasi dan
interaksi yang baik yang terjalin baik dan membuat orang lain senang.
Bukan
kebetulan sebab sudah menjadi ketetapan dariNya, saya pernah membersamai tiga
bersaudara tersebut. Yang pertama, Ahmad Assiddiq, adalah si sulung peminat IPA
yang pendiam, humoris dan perhatian pada pelajaran. Begitu yang saya kenal
selama menjadi wali kelasnya.
Sayangnya,
Ahmad mudah terpengaruh lingkungan pergaulan teman-temannya. Dan ia belum bisa
memfilter dengan baik apakah pengaru yang akan ia dapatkan positif atau
negatif.
Saat itu,
Ahmad terbiasa dikerjai oleh Adam, kawannya asal Surabaya yang memang suka
memberi pengaruh dan contoh buruk. Dan, akhirnya ibarat sebuah batu yang terus
menerus terkena tetesan air, lama kelamaan Ahmad terpengaruh kebiasaan negative
Adam. Dia menjadi anak yang suka bergurau, tidak serius dalam pelajaran, bahkan
pada puncaknya dia disinyalir memiliki pacar anak seorang penjual rujak yang
menjadi langganan para santri. Akhirnya, ia sulit dberi nasihat.
Sampai pada
kelulusan, dia tetap ngotot menjalin hubungan dengan pacarnya tersebut.
Padahal, memiliki pacar adalah sesuatu yang diharamkan bagi anak pondok dan
termasuk pelanggaran berat. Untung saja, pacarnya tersebut tidak sabar menunggu
Ahmad sampai lulus kuliah.
Pacarnya
akhirnya menerima pinangan lakilaki lain menjadi suaminya. Alhamdulillah, Ahmad
terselamatkan dan berhasil menyelesaikan kuliah jurusan Pendidikan Matematika
sampai program magister. Bahkan saat ini, dia tercatat sebagai dosen matematika
di salah satu universitas Malang.
Tiga tahun
setelah kelulusan Ahmad, gantian Hamid, adiknya yang masuk. Hamid beda cerita
dengan kakaknya. Dia adalah siswa jurusan IPA yang rajin, penurut, aktif
berorganisasi, dan hampir tidak pernah melanggar aturan. Hampir tidak ada
catatan negatif pada anak tersebut. Dia juga menjadi suri tauladan bagi
teman-teman seangkatannya. Dia tidak mudah terpengaruh kebiasaan negatif
temantemannya, tidak seperti kakaknya.
Hasilnya,
setelah lulus dari SMA, dia diterima di Pendidikan Teknik Mesin Universitas
Negeri Surabaya. Rupanya, kedua orang tuanya menginginkan putra-putranya kuliah
di fakultas keguruan dan ilmu kependidikan. Melanjutkan profesi mulia kedua
orang tuanya dan putra-putranya mengikuti arahan orang tuanya tersebut.
Empat tahun
berikutnya saya menjadi wali kelas adiknya yang paling bungsu, yaitu Hamdi.
Hamdi ini beda lagi dengan kedua kakaknya. Dia adalah siswa jurusan IPS yang
sangat enerjik, aktif bergaul dengan teman sebayanya, dan selalu ingin mencoba
pengalaman yang menantang.
Masih lekat
dalam ingatan saya, ketika kelas X, dia termasuk anak yang sulit dinasihati dan
cenderung semaunya sendiri. Sampai pada akhirnya, dia terjatuh dari
lantai empat sebuah gedung di area pondok ketika mengikuti kegiatan out-bond yang sedang
digelutinya. Untung saja nyawanya masih tertolong. Dia hanya mengalami gegar
otak ringan dan patah tulang. Selama lebih dari seminggu, dia harus dirawat inap di
rumah sakit.
Momen
tersebut saya manfaatkan secara maksimal untuk menyadarkannya. Sebagai wali
kelas, saya langsung berkoordinasi dengan teman-teman sekelasnya untuk
menjenguk dan mengumpulkan penggalangan dana. Sebagai pemantik, saya ambil satu
lembar uang seratus ribu dari dompet pribadi sebagai awalan penggalangan dana.
Alhamdulillah,
resep pola keteladanan tersebut cukup berhasil. Teman-temannya, dengan penuh
antusias mengumpulkan penggalangan dana. Bahkan seluruh elemen SMP-SMA ikut
untuk meringankan beban yang sedang dialami Hamdi. Dana yang terkumpul di atas
dua juta tersebut segera diserahkan kepada ibundanya yang setia menemani Hamdi
yang sedang menjalani perawatan.
Bukan itu
saja. Sebagai solidaritas, atas izin dan arahan pengasuhnya, teman-temannya
secara bergantian ikut jaga selama Hamdi menjalani perawatan.
Setelah
peristiwa tersebut, di kelas XI, Hamdi saya tunjuk sebagai ketua kelas.
Harapannya, anaknya lebih mudah dikontrol dan menjadi penggerak kebaikan
teman-temannya. Alhamdulillah, seiring perjalanan waktu, dia menjadi anak yang
semakin sholeh, dewasa, dan mandiri. Saat ini, dia tercatat
sebagai mahasiswa Pendidikan Sekolah Luar Biasa Universitas Negeri Surabaya.
*Dialih-ceritakan kembali dari kisah seorang wali kelas.
Santri Tipe Meradang
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Sunday, July 30, 2017
Rating:
Waw...jadi walikelas 3 generasi...3 kakak beradik. Jadi bisa belajar bahwa meskipun satu rahim, anak-anak mempunyai karakter yang berbeda
ReplyDeleteWali kelas yang hebat itu memang...
Delete