Sebuah Persepsi Keliru; Sekolah Berasrama Bukan Tempat untuk Berubah

Setiap awal tahun pelajaran, di sesi seremonial penyambutan santri baru, saya selalu mendapat banyak pesan dari para orang tua. Memang tidak semua orang tua. Tapi, itu cukup menjadi bukti bahwa ada harapan khusus dari banyak orang tua ketika memasukkan anak ke sekolah berasrama.

"Tadz, minta bantuannya, ya? Semoga bisa jadi lebih baik nanti." Pinta yang satu. Ia punya harapan anaknya bisa berubah lebih baik dari sebelumnya.

"Tolong anak saya gak usah segan-segan ditegur kalau neko-neko, Ustadz. Kalau perlu dikerasi, saya ikhlash." Rajuk yang satu. Yang ini lebih vulgar. Ada indikasi, anaknya memang "super".

"Mohon bimbingannya, ya, Us. Jangan bosan bimbing anak saya nanti." Pohon yang lain lagi. Dari permohonannya, terlihat bahwa si anak selalu dapat omelan di rumah. Dan saya diminta untuk tidak bosan mengomeli kelak.

Dan, "Bla.... Bla... Bla...." Semua permintaannya sama intinya. Ingin agar si anak bisa berubah dari sebelumnya. Sebuah permintaan yang susah-susah gampang dan gampang-gampang susah.

Mengapa susah? Sebab mengubah perilaku orang itu memang susah. Apalagi yang sudah menjadi kebiasaan. Lalu mengkarakter dalam dirinya. Itu bukan pekerjaan mudah. Sebab perubahan itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Bukan hanya peran sekolah asrama saja.

Dan inilah yang kurang dipahami orang tua yang menitip anak di sekolah asrama. Mungkin dalam pikiran mereka, sekolah berasrama adalah pilihan terakhir untuk menjadikan anak menjadi baik. Sekolah di luar berlabel sekolah umum justru akan semakin merusak mental anak. Mau tidak mau, harus masuk sekolah asrama.

Pendapat ini tidak salah, dan juga tidak benar. Tergantung melihatnya dari sudut pandang mana dan persepsi siapa. Dari sudut pandang orang tua dengan anak yang susah diatur, sekolah asrama mungkin tepat untuk membuatnya lebih mudah diatur. Tapi dari sudut pandang komponen sekolah asrama, anak seperti itu justru bisa jadi akan semakin liar. Sebab ia akan merasa, ruang geraknya akan dipersempit dan dibatasi.

Maka ketika masa liburan telah habis, banyak komentar dari para orang tua saya terima. Ada yang mendapati kenyataan bahwa anaknya tidak berubah. Setahun berpisah dengan orangtua, tidak ada yang berubah dari perilaku dan akhlaknya. Ada juga yang bersykur haru, dengan perubahan yang ditunjukkan anaknya.

"Ustadz, anak saya kok belum bisa bangun sendiri, ya?"
"Si Adit kok masih suka bentak orang-tua ya, Tadz?"
"Us, anak saya kok masih gak bisa diatur, ya?"
"Alhamdulillah, Tadz. Irham selalu bangunin papa-mama-nya shalat subuh. Bahkan papanya rajin ke masjid sekarang."

Menghadapi komentar rasa nano-nano itu, saya senyum-senyum dalam hati. Dan saya punya jawaban untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan tersebut dan yang semisalnya.

Dalam satu Firman-Nya, Allah tegaskan bahwa berubah itu banyak dipengaruhi oleh faktor internal. Jika orang mau berubah, maka Allah akan merubahnya. Jika tidak, maka tetap tidak berubah. Begitu juga santri sekolah boarding. Orang tua ingin anak berubah, tapi anak tidak mau, maka tetap saja tidak ada yang berubah.

Selain faktor internal, eksternal juga memberikan pengaruh. Dari orang sekitar, lingkungan sekolah dan tempat tinggal, teman, orang-tua sebagai sekolah pertama, dan banyak lagi. Dan ini mungkin juga tidak dipahami dengan baik oleh orang tua.

Untuk itu, perlu dipahami bahwa tidak ada perubahan yang instan. Ini bukan makanan yang bisa disajikan dengan cepat. Berubah itu adalah proses yang panjang. Dan tiap anak membutuhkan waktu yang berbeda. Ukuran setahun mungkin cepat bagi sebagian orang. Tapi bagi yang lain, itu baru langkah pertama. Ini yang pertama.

Yang kedua, ada berapa tahun anak hidup berdampingan dengan orang tua sebelum masuk sekolah berasrama. Selama interaksi yang belasan tahun lamanya tersebut, tentu ada kebiasaan, budaya dan karakter yang sudah melekat kuat pada anak. Kalau itu baik, maka selesai masalah. Dan kalau kurang baik, tidak mungkin setahun bisa merubah yang telah mendarah daging selama belasan tahun. Kecuali ada usaha maksimal, dan memang ada keingnan dari internal untuk mau berubah.
Sebuah Persepsi Keliru; Sekolah Berasrama Bukan Tempat untuk Berubah Sebuah Persepsi Keliru; Sekolah Berasrama Bukan Tempat untuk Berubah Reviewed by Ibnu Basyier on Saturday, April 22, 2017 Rating: 5

No comments:

Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....

ads
Powered by Blogger.