Nakal, Pergi dan Shalat
Matanya berkaca-kaca. Wajahnya mengguratkan kesedihan mendalam. Sesaat kemudian, ia sesenggukan. Lalu pecahlah tangisnya. Ada tanda-tanda penyesalan dalam tangisnya.
.
"Mengapa kamu menangis"? Saya coba redam tangisnya.
"Bukankah ini yang kamu harapkan?" Tanya saya keheranan.
.
Melihatnya menangis sore itu di hadapan saya, membangkitkan rasa penasaran. Sebab berbulan-bulan yang lalu, dihadapan saya ia membuka rahasia. Bahwa ia tak lagi ingin membersamaiku.
.
"Saya ingin pergi!" katanya mantap. Ketika itu, saya heran dengan perubahan sikapnya yang sangat drastis. Dan saat tanya saya sampai padanya, jawaban singkat itulah yang saya terima. Jawaban yang sukses membuat saya terdiam seribu kata.
.
Maka lebih mengherankan lagi. Ketika sore ini ia mendapatkan momen yang tepat untuk pergi, ia malah menangis hebat di depan ku.
.
"Saya banyak dosa sama sampean," katanya beralasan. Air matanya tambah deras.
.
Begitulah. Singkat cerita, akhirnya, ia benar-benar pergi. Tidak ada alasan menahan keberadaannya di sini. Bahkan sebagian orang, mungkin merasa senang dengan kepergiannya.
Kepadanya, saya hanya menitip beberapa pesan: "Dalam keadaan apapun, jangan pernah tinggalkan Dia."
.
Dialah salah satu murid saya. Sebagai guru ngajinya, saya kerap diberikan laporan oleh wali kelas terkait sikap dan kepribadiannya di sekolah. Kebanyakan laporan itu terkait sisi negatif dirinya: suka bolos, sering tidur, tidak menghormati guru, sosial bermasalah, ditengarai pelaku dibalik kehilangan-kehilangan, dan banyak lagi.
.
Adalah wajar, sebagian guru tidak menyukainya. Dan sebab itulah, banyak juga yang menginginkannya segera enyah. "Pindah saja, sana!" Mungkin begitu kata orang-orang. Walau tertahan di hati masing-masing.
.
Tapi, saya punya pandangan berbeda padanya. Saya tidak menyangsikan semua perilaku kurang adabnya. Hanya saja, tetap saja ada sisi lain yang harus dilihat dibalik semua perilaku negatifnya tersebut.
.
Dalam hal keluarga, misalnya. Sebagai murid sekolah boarding, ia harus bisa hidup mandiri. Tanpa campur tangan orang tua setiap hari. Hanya saja, mungkin bermaksud agar anaknya benar-benar mandiri, beberapa orang tua justru benar-benar "melepas" anaknya di sekolah boarding. Maka jadilah, seperti beberapa anak lainnya, ia justru seolah kehilangan perhatian.
.
Dari sisi ini saja, sudah tentu akan mempengaruhi kestabilan sikap dan prilakunya. Maka jika ia dicap nakal, bisa jadi itu hanyalah bentuk "pemberontakan" agar ia diperhatikan oleh bapak-ibunya.
.
Jika melihat catatan kunjungan orang-tua, ia memang hanya sekali-dua kali dikunjungi. Yang pertama ketika pertama masuk sekolah. Yang kedua, ketika ia sakit dan harus dijemput untuk berobat di rumah.
.
Bagi sebagian anak, "pengasingan" seperti ini tentu saja berdampak pada prilakunya. Ia akan suka melakukan polah dan tingkah diluar kewajaran. Sehingga sukses menarik "perhatian" para guru. Ketika guru mulai gerah, orang-tua akan menjadi pelarian. Dan inilah yang diharap si anak.
.
***
.
Itulah sebabnya, saya berpesan satu hal di atas ketika melepasnya pergi. Bahwa bagaimana pun keadaan, jangan sekali-kali melupakan-Nya. Dengan mengingat-Nya, maka Ia akan balik mengingat orang yang mengingat-Nya.
.
Salah satu jalan mengingatNya adalah dengan shalat. Nasihat saya itu lebih tepat berunyi seperti ini sebenarnya: senakal apapun, jangan pernah lupakan shalat. Hanya saja, tentu tidak layak mengharap ia terus dicap nakal.
.
Kelak ketika akhirnya ia sekolah di bawah pengawasan orang tua secara langsung, polah dan tingkah yang terlanjur negatif itu tidak akan langsung hilang. Selama ia terus istiqomah tidak meninggalkan shalat, maka ada harapan perilakunya akan berubah lebih baik. Bukankah Allah befirman: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar."
.
Wallahu a'lam.
.
#30DWCJilid5
.
"Mengapa kamu menangis"? Saya coba redam tangisnya.
"Bukankah ini yang kamu harapkan?" Tanya saya keheranan.
.
Melihatnya menangis sore itu di hadapan saya, membangkitkan rasa penasaran. Sebab berbulan-bulan yang lalu, dihadapan saya ia membuka rahasia. Bahwa ia tak lagi ingin membersamaiku.
.
"Saya ingin pergi!" katanya mantap. Ketika itu, saya heran dengan perubahan sikapnya yang sangat drastis. Dan saat tanya saya sampai padanya, jawaban singkat itulah yang saya terima. Jawaban yang sukses membuat saya terdiam seribu kata.
.
Maka lebih mengherankan lagi. Ketika sore ini ia mendapatkan momen yang tepat untuk pergi, ia malah menangis hebat di depan ku.
.
"Saya banyak dosa sama sampean," katanya beralasan. Air matanya tambah deras.
.
Begitulah. Singkat cerita, akhirnya, ia benar-benar pergi. Tidak ada alasan menahan keberadaannya di sini. Bahkan sebagian orang, mungkin merasa senang dengan kepergiannya.
Kepadanya, saya hanya menitip beberapa pesan: "Dalam keadaan apapun, jangan pernah tinggalkan Dia."
.
***
.Dialah salah satu murid saya. Sebagai guru ngajinya, saya kerap diberikan laporan oleh wali kelas terkait sikap dan kepribadiannya di sekolah. Kebanyakan laporan itu terkait sisi negatif dirinya: suka bolos, sering tidur, tidak menghormati guru, sosial bermasalah, ditengarai pelaku dibalik kehilangan-kehilangan, dan banyak lagi.
.
Adalah wajar, sebagian guru tidak menyukainya. Dan sebab itulah, banyak juga yang menginginkannya segera enyah. "Pindah saja, sana!" Mungkin begitu kata orang-orang. Walau tertahan di hati masing-masing.
.
Tapi, saya punya pandangan berbeda padanya. Saya tidak menyangsikan semua perilaku kurang adabnya. Hanya saja, tetap saja ada sisi lain yang harus dilihat dibalik semua perilaku negatifnya tersebut.
.
Dalam hal keluarga, misalnya. Sebagai murid sekolah boarding, ia harus bisa hidup mandiri. Tanpa campur tangan orang tua setiap hari. Hanya saja, mungkin bermaksud agar anaknya benar-benar mandiri, beberapa orang tua justru benar-benar "melepas" anaknya di sekolah boarding. Maka jadilah, seperti beberapa anak lainnya, ia justru seolah kehilangan perhatian.
.
Dari sisi ini saja, sudah tentu akan mempengaruhi kestabilan sikap dan prilakunya. Maka jika ia dicap nakal, bisa jadi itu hanyalah bentuk "pemberontakan" agar ia diperhatikan oleh bapak-ibunya.
.
Jika melihat catatan kunjungan orang-tua, ia memang hanya sekali-dua kali dikunjungi. Yang pertama ketika pertama masuk sekolah. Yang kedua, ketika ia sakit dan harus dijemput untuk berobat di rumah.
.
Bagi sebagian anak, "pengasingan" seperti ini tentu saja berdampak pada prilakunya. Ia akan suka melakukan polah dan tingkah diluar kewajaran. Sehingga sukses menarik "perhatian" para guru. Ketika guru mulai gerah, orang-tua akan menjadi pelarian. Dan inilah yang diharap si anak.
.
***
.
Itulah sebabnya, saya berpesan satu hal di atas ketika melepasnya pergi. Bahwa bagaimana pun keadaan, jangan sekali-kali melupakan-Nya. Dengan mengingat-Nya, maka Ia akan balik mengingat orang yang mengingat-Nya.
.
Salah satu jalan mengingatNya adalah dengan shalat. Nasihat saya itu lebih tepat berunyi seperti ini sebenarnya: senakal apapun, jangan pernah lupakan shalat. Hanya saja, tentu tidak layak mengharap ia terus dicap nakal.
.
Kelak ketika akhirnya ia sekolah di bawah pengawasan orang tua secara langsung, polah dan tingkah yang terlanjur negatif itu tidak akan langsung hilang. Selama ia terus istiqomah tidak meninggalkan shalat, maka ada harapan perilakunya akan berubah lebih baik. Bukankah Allah befirman: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar."
.
Wallahu a'lam.
.
#30DWCJilid5
Nakal, Pergi dan Shalat
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Tuesday, April 11, 2017
Rating:
No comments:
Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....