Ketika Cinta Berpositif

Ilustrasi gambar dari sini.
Ali bin Abu Thalib –yang lahir 10 tahun sebelum tahun kenabian- adalah kawan sepermainan Fatimah binti Muhammad sejak kecil. Fatimah sendiri lahir 5 tahun sebelum kenabian. Persahabatan dua sepupu ini begitu erat. Sebab keduanya memang tinggal serumah.

Sejak kecilnya, nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam memang mengambil Ali di bawah kepengasuhannya. Beliau melakukannya sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada bapaknya: Abu Thalib, yang juga pamannya. Karena sepeninggal kakeknya, Muhammad kecil berada di bawah kepengasuhan Abu Thalib.

Suatu ketika, Abu Bakar, shahabat Nabi shallallahu alayhi wasallam yang paling mulia, datang menemui Nabi. Diutarakannya maksud kedatangannya. Tentang keinginan mempersunting Fatimah azZahra sebagai istri. Tapi, Nabi dengan halus menolaknya, “Ia masih kecil.”

Beberapa saat berikutnya, giliran Umar bin Khattab yang datang menghadap kepada Nabi. Ia datang ternyata juga ingin mempersunting Fatimah. Sebagai walinya, Nabi berhak menerima. Apatah lagi, yang datang adalah bangsawan shalih nan terhormat. Tapi, Nabi lagi-lagi menolaknya dengan halus, “Ia masih kecil.”

Ali yang tahu Abu Bakar dan Umar datang melamar Fatimah, hanya bisa pasrah. Ia hanyalah pemuda yang “menumpang” hidup di rumah Nabi. Sebagai manusia biasa yang berteman sejak kecil hingga dewasa, tentu saja ada benih-benih cinta yang tumbuh. Tapi, Ali tahu diri. Siapalah ia bila dibandingkan dengan Abu Bakar dan Umar? Dan Fatimah, ia adalah belahan jiwa Nabi junjungannya. Sedang dirinya hanyalah pemuda yang "numpang" hidup bersamanya.

Inilah cinta positif. Walau rasa itu (mungkin) ada, ia tidak diumbar begitu saja. Iman di dalam dada menjadi filter untuk tetap memendam rasa. Tidak perlu galau ketika akhirnya cinta tidak berlabuh di pelabuhan hatinya. Ia sudah menyiapkan hatinya untuk sabar dan ridho sebagai jalan terakhir dalam menyikapi takdir-Nya.

Dan rupanya, penolakan Nabi atas lamaran Abu Bakar dan Umar ada maksud lainnya. Inilah (mungkin) kado terindah untuk Ali atas jasa bapaknya dalam membela Nabi ketika ia dicaci dinista kaumnya ketika menyeru kepada agama.

Akhirnya kemudian, Nabi menikahkan Ali dengan Fatimah. Tentu saja Ali senang. Ia merasa, sebentar lagi hatinya akan berlabuh di dermaga yang tepa. Tapi, mengingat kondisinya yangmiskin dan tidak punya harta, ia jadi kebingungan. Apa yang harus ia berikan sebagai nafkah lahiriyah? Bahkan untuk mahar saja, sepeser pun tidak ada.

Ali hanya menjawab lemah, “Aku tidak punya apa-apa,” ketika Nabi berkata kepadanya, “Berikanlah sesuatu kepada Fatimah.” Maksud Nabi adalah mahar sebagai bagian yang tak terpisahkan untuk menghalalkan Fatimah sebagai istri yang sah.

“Lalu di mana baju perang huthaimiyah milikmu?” tanya Nabi penasaran sebagaimana direkam oleh Imam Abu Dawud dan anNasai dari para rawi yang bersambung kepada Ibnu Abbas. Ali mengaku tidak punya apa-apa. Padahal, seingat Nabi, Ali punya baju perang “sakti” yang dapat men-tuhattimu (mematahkan dan menghancurkan) pedang karena kuatnya. Dan akhirnya, jadilah baju perang sakti itu sebagai mahar untuk Fatimah.

Cinta suci itu akhirnya berlabuh. Fatimah telah halal untuk Ali. Cinta menyatukan mereka berdua dalam keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Tidak ada yang melibihi cinta Ali kepada Fatimah kecuali cintanya kepada Allah Sang Pencipta dan Nabi utusanNya. Demikian pual Fatimah kepada Ali.

Inilah potret cinta yang agung. Fatimah yang mencintai ayahnya yakin dengan pilihan ayahnya. Walau soal harta, Ali tidak bisa diandalkan. Cinta positiflah yang menggerakan hati Fatimah untuk ridho dan menerima keputasan ayahnya.

Maka ketika sebelumnya Fatimah menangis soal perjodohannya dengan Ali, mudah saja Nabi mendiamkannya dengan kata-kata penghibur penuh cinta: “Apa yang membuatmu menangis Fatimah. Demi Allah, aku telah menikahkanmu dengan orang yang lebih pandai, lebih lembut, dan lebih awal masuk Islam,” sebagaimana dinukil dari secara bersanad (walau tanpa disertai keterangan keshahihan) oleh Ibnul Atsir dalam “Usud-ul-Ghabah”.

Pada akhirnya, bahtera rumah tangga mereka menarik jangkar. Berlayar di samudera kehidupan yang luas. Dalam pelayararannya, naiklah satu-persatu “penumpang-penumpang” shalih dan shalihah. Mereka adalah Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum; cucu tersayang baginda Nabi. Kelak, dari Hasan dan Husain, lahirlah orang-orang mulia. 

Cinta positif membawa keluarga mereka ke surga. Fatimah adalah penghulu wanita di surga. Ali yang merupakan pemuda paling pertama memeluk Islam juga digaransi surga langsung oleh Nabi. Dan Hasan - Husain akan menjadi sayyid para pemuda surga nantinya.

Wallahua’lam bish-shawab.


[Hari ke-25 30DWC Jilid 4]
[Fighter Squad 8 dari Empire of Writer]
Ketika Cinta Berpositif Ketika Cinta Berpositif Reviewed by Ibnu Basyier on Saturday, February 25, 2017 Rating: 5

1 comment:

Terima kasih telah berkunjung. Semoga pulang membawa manfaat. Kalau ada yang tidak berkenan, tinggalkan di komentar....

ads
Powered by Blogger.