Siapa Penguji Siapa Teruji
Sebagai guru ngaji, saya juga bertugas menerima setoran hafalan
para santri. Menguji hafalan mereka.
Sudah lancar, atau belum. Itu setiap hari saya lakukan. Karena memang setiap harinya, ada kewajiban menghafal. Sesuai dengan
kontrak hafalan harian yang di awal tahun mereka tandatangani.
.
Karena setiap hari menguji hafalan, saya
bisa mempelajari karakter mereka dalam menyetorkan hafalan. Salah satu yang
menarik perhatian saya adalah ketika mereka lupa sambungan dari ayat yang
sedang disetorkan dihadapan saya.
.
Ragam cara santri saya dalam menyikapi kasus lupa ayat sambungan
tersebut. Ada yang garuk-garuk kepala ndak
jelas. Ada yang duduknya gelisah. Ada yang merutuki diri sendiri dalam hati,
tapi masih terdengar oleh telinga saya. Juga ada berbunyi: ck ck, dengan
mencecap lidah penuh sesal. Dan banyak polah lainnya.
.
Saya hanya menikmati saja pemandangan itu. Tapi, gelisah juga.
Karena itu artinya waktu berlalu dan tidak ada kemajuan. Sedang di belakangnya
ada banyak antrian menanti waktu setoran. Kadang, kalau berlarut, dengan berat
hati saya harus pinggirkan santri seperti ini. “Hafalkan lagi, sana!” kata saya
biasanya untuk memotong.
.
Yang lucu adalah santri yang justru tidak paham posisi dirinya.
Ketika lupa sambungan ayat misalnya, si santri mencoba menerka ayat sambungan
sambil melirik ke saya. Harapannya, ia mendapat kepastian bahwa tebakannya
benar melalui mimik muka saya.
.
Itu masih mending. Yang lebih lucu lagi, ada santri yang justru
bertanya. Sambil menebak-nebak ragu sambungan ayat yang lupa tersebut, ia lalu
bertanya mencari pembenaran dari saya, “Benar, ustadz?”
.
Ini lucu. Sebab sebenarnya sayalah yang menguji, dan dialah yang
yang diuji. Artinya, si santri tidak paham posisinya sebagai teruji. Tapi, saya
diamkan saja. Mimik wajah saya ndak berubah. Jawaban saya hanya: “Sana, hafalan
lagi. Biar lebih lancar.”
.
***
.
Ujian adalah hal mutlak dalam hidup. Setiap manusia akan diuji
oleh Allah. Semakin tinggi dan berat ujian yang menimpa, berarti semakin tinggi
kedudukannya di sisi Allah.
.
Allah sendiri tegaskan dalam FirmanNya di surat ke-29 ayat ke-2:
.
(أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ)
.
“Apakah manusia mengira
mereka dibiarkan saja mengatakan: ‘kami telah beriman’ dan tidak diuji lagi?”
.
Ayat ini secara gamblang
mengabarkan kepada setiap orang yang mengaku beriman bahwa dirinya akan diuji.
Untuk mengetahui apakah benar keimanannya itu. Dan sejauh mana tingkat
keimanannya.
.
Ujian yang diterima
seorang hamba berdasarkan tingkat kemampuannya. Allah tidak membebani seseorang
dengan ujian yang berlebihan, yang tidak sesuai dengan kesanggupannya.
.
Di ayat lain, Allah
Ta’ala menegaskan di potongan ayat 286 dari surat ke 2:
.
(لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا)
.
“Allah tidak membebankan
kepada seseorang diluar batas kemampuannya.”
.
Yang menjadi masalah
adalah ketika kita lupa siapa yang sedang diuji, dan siapa yang menguji. Ketika
ujian datang yang terlalu berat rasanya, kita lalu meratap. “Ya, Allah. Mengapa
ujian ini begitu berat Kau berikan? Tak sanggup aku menjalaninya.”
.
Ratapan ini, sebenarnya,
adalah bentuk bentuk ke-tidak-ingatan kita bahwa Allah yang menguji. Mengapa?
Bukankah Allah sendiri menegaskan bahwa ujian yang diterima seorang hamba
sesuai dengan kemampuannya sendiri menerima ujian itu? Allah Ta’ala yang Maha
Sempurna dan tidak memiliki cacat tidak mungkin zholim dengan memberikan ujian
yang tidak disanggupi. Hanya saja, kitalah yang mungkin terlalu terburu-buru
angkat tangan dan merasa tidak mampu.
.
Terhadap ujian yang menghampiri,
saya berpesan kepada diri sendiri, untuk bersabar dan ridho atas ketentuan-Nya.
Ujian diberikan untuk membuat naik tingkatan. Skenario Allah tentu lebih indah.
Allah ingin menghadiahkan sesuatu setelah ujian itu berhasil dirintangi.
.
Terlebih, nabi-Nya
shallallalahu alayhi wasallam juga mengabarkan sebagaiamana dituliskan Imam
Bukhari dan Muslim: "Tidaklah seorang muslim itu menderita kelelahan atau penyakit atau
kesusahan (kerisauan hati) hingga tertusuk duri melainkan semua itu akan
menjadi penebus kesalahan-kesalahannya."
.
Lelah, sakit, hati galau dan bahkan tertusuk duri saja bisa menjadi penebus
dosa-dosa yang kita lakukan. Lalu bagaimana jika lebih dari itu?
.
Wallahua’lam bisshawab.
.
.
[Hari ke-24 30DWC Jilid 4]
[Fighter Squad 8 dari Empire
.
.
[Hari ke-24 30DWC Jilid 4]
[Fighter Squad 8 dari Empire
Siapa Penguji Siapa Teruji
Reviewed by Ibnu Basyier
on
Friday, February 24, 2017
Rating:
Terimakasih tulisanya selalu bermanfaat...😢😢😢
ReplyDeleteSungkem kagem pak guru...
Duh ... cermin mana cermin :,( nuwun Ust ...
ReplyDelete